Palang
Merah Indonesia (PMI)
adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam
bidang sosial kemanusiaan. PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip dasar
Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit merah yaitu kemanusiaan,
kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan, kenetralan, dan kesemestaan.
Sampai saat ini PMI telah berada di 33 PMI Daerah (tingkat provinsi) dan
sekitar 408 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh indonesia
Palang
Merah Indonesia tidak memihak golongan politik, ras, suku ataupun agama
tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan
pembedaan tetapi mengutamakan korban yang paling membutuhkan pertolongan segera
untuk keselamatan jiwanya.
Logo PMI |
SEJARAH
Berdirinya
Palang Merah di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang Dunia II,
tepatnya 12 Oktober 1873. Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah
di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indië (NERKAI)
yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Rumah Sakit Rode Kruis di Bogor 1929-1930 |
Perjuangan
mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan tersebut
dipelopori Dr. R.
C. L. Senduk dan Dr. Bahder Djohan dengan membuat rancangan
pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas terutama dari
kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang Konferensi Narkai
pada 1940,
akan tetapi ditolak mentah-mentah.
Proses
pembentukan PMI dimulai 3 September 1945 saat itu Presiden
Soekarno memerintahkan Dr. Boentaran (Menkes RI Kabinet I)
agar membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.
Dibantu
panitia lima orang yang terdiri dari Dr. R. Mochtar sebagai
Ketua, Dr. Bahder Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu Dr. R.
M. Djoehana Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr.
Sitanala, Dr Boentaran mempersiapkan terbentuknya Palang Merah Indonesia. Tepat
sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945, PMI terbentuk.
Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai Hari PMI.
Peran
PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas
kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi
Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada
tahun 1958 melalui UU No 59.
Sebagai
perhimpunan nasional yang sah, PMI berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No 25
tahun 1950 dan dikukuhkan kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi
perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan
Presiden No 246 tahun 1963.
KEMANUSIAAN DAN KERELAWANAN
Dalam
berbagai kegiatan PMI komitmen terhadap kemanusiaan seperti Strategi 2010
berisi tentang memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan melalui promosi
prinsip nilai kemanusiaan, penanggulangan bencana, kesiapsiagaan penanggulangan
bencana, kesehatan dan perawatan di masyarakat, Deklarasi Hanoi (United for
Action) berisi penanganan program pada isu-isu penanggulangan bencana,
penanggulangan wabah penyakit, remaja dan manula, kemitraan dengan pemerintah,
organisasi dan manajemen kapasitas sumber daya serta humas dan promosi, maupun Plan
of Action merupakan keputusan dari Konferensi Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa Swiss tahun 1999.
Dalam
konferensi tersebut Pemerintah Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan
ikrar di bidang kemanusiaan. Hal ini sangat sejalan dengan tugas pokok PMI
adalah membantu pemerintah Indonesia di bidang sosial kemanusiaan terutama
tugas-tugas kepalangmerahan yang meliputi: Kesiapsiagaan Bantuan dan
Penanggulangan Bencana, Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Sukarelawan, Pelayanan
Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Transfusi Darah. Kinerja PMI
dibidang kemanusiaan dan kerelawanan mulai dari tahun 1945 sampai dengan saat
ini antara lain sebagai berikut:
1. Membantu saat terjadi peperangan/konflik.
Tugas kemanusiaan yang dilakukan PMI pada masa perang kemerdekaan RI, saat
pemberontakan RMS, peristiwa Aru, saat gerakan koreksi
daerah melalui PRRI di Sumbar,
saat Trikora di Irian Jaya, Timor Timur dengan
operasi kemanusiaan di Dilli, pengungsi di Pulau Galang.
2. Membantu korban bencana alam. Ketika
gempa terjadi di Pulau Bali (1976), membantu korban gempa bumi (6,8 skala
Richter) di Kabupaten Jayawijaya, bencana Gunung
Galunggung (1982), Gempa di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi (1994),
gempa di Bengkulu dengan
7,9 skala Richter (1999), konflik horizontal di Poso-Sulteng dan
kerusuhan di Maluku Utara (2001), korban gempa di Banggai di Sulawesi
Tengah (2002) dengan 6,5 skala Richter, serta membantu korban
banjir di Lhokseumawe Aceh, Gorontalo, Nias, Jawa Barat, Tsunami di Aceh, Pantai Pangandaran,
dan gempa bumi di DI Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah.
Semua dilakukan jajaran PMI demi rasa kemanusiaan dan semangat kesukarelawanan
yang tulus membantu para korban dengan berbagai kegiatan mulai dari pertolongan
dan evakuasi, pencarian, pelayanan kesehatan dan tim medis, penyediaan dapur
umum, rumah sakit lapangan, pemberian paket sembako,
pakaian pantas pakai dan sebagainya.
3. Transfusi
darah dan kesehatan. Pada tahun 1978 PMI memberikan penghargaan
Pin Emas untuk pertama kalinya kepada donor darah sukarela sebanyak 75 kali.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 telah diatur tentang tugas
dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah. Keberadaan Unit Transfusi Darah
PMI diakui telah banyak memberikan manfaat dan pertolongan bagi para
pasien/penderita sakit yang sangat membutuhkan darah. Ribuan atau bahkan jutaan
orang terselamatkan jiwanya berkat pertolongan Unit Transfusi Darah PMI.
Demikian pula halnya dengan pelayanan kesehatan, hampir di setiap PMI di
berbagai daerah memiliki poliklinik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar