Sabtu, 13 September 2014

Kehidupan Antar Umat Beragama “Islam dan Hindu”

Indonesia memang negara yang kaya akan budaya, mulai Sabang sampai Merauke. Mulai dari pelosok desa sampai kota, semua ada kebudayaan. Ras, bahasa, agama, warna kulit, keturunan, budaya, dan perilaku adalah ciri khusus dari etnisitas.
Secara historis, kondisi kehidupan pada masa lampau telah terbina kearah terwujudnya kehidupan yang penuh toleransi, rukun dan damai antar penganut agama yang satu dengan yang lainnya. Sampai pada puncaknya pada jaman Empu Tantular, dimana peleburan diantara kedua konsep itu tertuang dalam Lontar Sutasoma dengan petikan kalimat: Riweneka datu winuwus, siwa kelawan Budha. Bhineka tunggal ika tan hana Dharma mangrua. Yang artinya: konon ceritanya dikatakan antara Hindu dan Budha berbeda, namun sesungguhnya satu. Tidak ada kebenaran yang mendua.

Dalam prespektif ini, agama di Indonesia menjadi kajian yang menarik. Pada awalnya masyarakat Indonesia memeluk agama dinamisme dan animisme sebelum akhirnya masuk kebudayaan India dan China yang membawa agama Hindu dan Budha. Kemudian mulai masuk pula agama Islam yang dibawa oleh para pedangang dari Timur Tengah dan Persia. Dan ketika para penjelajah dari Eropa datang ke Indonesia, mereka juga membawa agama baru yaitu Nasrani.
Pada zaman modern ini, agama di Indonesia berjumlah 6, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu. Keberagaman umat beragama di Indonesia tidaklah mulus, banyak sekali konflik-konflik yang mengatas namakan agama. Bisa diambil contoh adalah bom bali yang terjadi pada tahun 2002, serangan bom ini dilancarkan oleh orang-orang beragama Islam yang mengatas nama perang jihad atau rela mati demi agama mereka kepada umat Nasrani dan Hindu. Kejadian ini pada waktu itu memakan korban yang jumlahnya sangatlah banyak. Lepas dari semua itu masih ada daerah-daerah yang di dalamnya terdapat berbagai macam kehidupan antar umat beragama.
Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang adalah salah satu daerah di Indonesia yang di dalamnya masih menjaga kebudayaannya. Di daerah ini terdapat 2 agama besar yaitu Islam dan Hindu. Bahkan di Senduro juga terdapat sebuah bangunan Pura yang sangat besar dan dikeramatkan oleh para pemeluk agama Hindu. 
Pura ini dinamakan Pura Mandara Giri Agung Semeru. Pura ini dikeratkan karena Pura ini adalah satu-satunya Pura yang menghadap langsung ke Gunung Semeru. Hal ini tidak lepas dari kepercayaan umat Hindu yang mengatakan bahwa Gunung Semeru adalah potongan dari Gunung Mahameru di India. Gunung Semeru juga dipercaya sebagai tempat berdiamnya para dewa agama Hindu.
Umat Hindu yang mendiami wilayah Senduro ini sudah sangatlah lama. Dari berbagai informasi yang didapat bahwa para umat Hindu di Senduro ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Hal ini diperkuat dengan adanya Kerajaan Lamajang Tigang Juru yang pernah ada di Lumajang. Apalagi Kerajaan Lamajang Tigang Juru ini sejaman dengan Kerajaan Majapahit.
Meskipun di Senduro terdapat Pura besar, umat Hindu tidaklah hidup sendirian, di Senduro juga ada umat beragama Islam dan Nasrani. Ditambah lagi di Senduro ini mayoritas penduduknya adalah umat beragama Islam. Hal ini diperkuat dengan adanya bangunan Masjid yang cukup besar dan letaknya berada di selatan Pura Mandara Giri jaraknya sekitar ± 1 km. Bisa disimpulkan bahwa di wilayah Senduro ini terdapat kehidupan antar umat beragama.
Kehidupan antar umat Islam dan Hindu di wilayah ini bisa dibilang sangatlah harmonis. Bahkan dari penuturan beberapa warga di wilayah sekitar Pura dan Masjid, di wilayah ini antar umat beragama hidup secara berdampingan dan harmonis. Rumah-rumah warga yang berbeda keyakinan saling berdampingan dan berhadapan tanpa adanya pemisahan seperti dibuatnya gang khusus untuk agama lain.
Menyimak ilustrasi diatas, menggambarkan ada semacam sinyal adanya tali perekat yang menyatukan antara konsep agama masing-masing yang sesungguhnya secara theologis berbeda. Namun dalam aspek penerapannya di masyarakat bisa menyatu, duduk berdampingan satu sama lain dalam melaksanakan aktivitas tertentu, terutama dalam aktivitas sosial. Sikap positif yang perlu ditumbuhkan di kalangan umat masing-masing, untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur,sejahtera, gemah ripah lohjinawi salunglung sabayantaka, sehingga betul-betul menjadi kenyataan dalam hidup mengarah terwujudnya masyarakat yang madani.

1. Kerukunan Dalam Prespektif Islam
Islam harusnya menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama, dan konsep yang cocok untuk konteks Indonesia adalah konsep masyarakat madani. Konsep masyarakat madani berasal dari konsep yang pernah dipraktekkan pada masa awal pemerintahan islam dibawah kendali nabi Muhammad SAW. Realitas politik pada masyarakat awal islam memiliki fondasi politik yang demokratis dan partisipasionis yang menghormati dan menghargai ruang publik seperti hak asasi manusia, partisipasi, keadilan sosial, dan lain sebagainya.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun spiritual. Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.

2. Kerukunan Dalam Prespektif Hindu
Dalam ajaran Kitab suci Veda, masalah kerukunan dijelaskan secara gamblang dalam ajaran: tattwam asi, karma phala, dan ahimsa.
Tatwam asi adalah merupakan ajaran sosial tanpa batas. Saya adalah kamu, dan sebaliknya kamu adalah saya, dan segala makhluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Antara saya dan kamu sesungguhnya bersaudara. 
Karma phala merupakan suatu hukum sebab akibat (causalitas) atau aksi reaksi. Umat Hindu sangat menyakini akan kebenaran hukum ini. Apapun yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja akan menimbulkan dampak.
Ahimsa juga merupakan landasan penerapan kerukunan hidup beragama. Ahimsa berarti tanpa kekerasan. Secara etimologi, ahimsa berarti tidak membunuh, tidak menyakiti makhluk hidup lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar