I. Peranan
Jepara dalam bidang Politik dan Ekonomi
Adanya
sungai-sungai besar yang mengalir ke pantai utara membuat Jepara menjadi suatu
wilayah yang stategis dalam mengekspor hasil-hasil Sumber daya alam pedalaman
seperti beras, gula, madu, kayu, kelapa bahkan palawija. Letaknya dalam teluk
yang memungkinkan kapal-kapal besar berlabuh ke daerah ini dan menjadikan
Jepara salah satu bandar terpenting dalam jalur perdagangan Maluku bahkan
Malaka. Ditambah dengan kesuburan daerah hinterland (pedalaman), semua itu
memungkinkan Jepara menjadi bandar yang memegang peranan besar. Pengangkutan
barang-barang yang dilakukan, bukan hanya berasal dari pedagang-pedagang lokal,
tetapi juga berasal dari edagang Asia, dan Eropa. Sehingga Jepara menjadi
pelabuhan yang semakin ramai di jamannya.
Dalam
bidang pertahanan dan politik sendiri, pelabuhan Jepara sering juga melakukan
ekspedisi-ekspedisi penyebrangan Laut Jawa yang bertujuan meluaskan kekuasaan
ke Bangka bahkan Kalimantan. Keadaan pelabuhan yang ramai seperti ini menjadi
keuntungan bagi kemajuan Demak. Dan disini demak juga banyak berperan dalam
pembuatan kapal sehingga Demak sendiri dapat memanfaatkan kapal-kapal untuk
tujuan perdamaian bahkan perang.
II. Peranan Ratu
Kalinyamat dalam perebutan Tahta di Kerajaan Demak
Letak
Kerajaan Kalinyamat menurut cerita keratonnya terdapat di dekat dengan Laut itu
terbukti dengan ditemukan Siti Inggil/ Bekas Keratonnya di Desa Kriyan yang
tidak jauh dari dua Desa yang dahulunya adalah laut/teluk yaitu Desa Teluk
Kulon dan Desa Teluk Wetan. Meski kini tidak kelihatan bahwa Desa Teluk Kulon
dan Desa Teluk Wetan bekas laut tetapi jika tanah kedua desa tersebut digali
hingga 3 meter akan ditemukan batu karang, pasir laut, hingga kerang-kerang
laut maka terbukti bahwa desa ini bekas laut/teluk. Hal itu terjadi kepada
setiap warga Desa Teluk Wetan
dan Desa Teluk Kulon
setiap membuat sumur pasti menemukan pasir laut, kerang-kerang laut, hingga
batu karang laut. Ratu Kalimanyat dalam berbagai sumber disebutkan sebagai anak
dari Sultan Trenggana, dalam serat Kandhaning Ringgit Purwa yaitu : Sultan
Trenggana mempunyai lima orang putera (1) Retna Kenya menikah dengan Pangeran
Sampang, (2) Retna Kencana menikah dengan kiayi Wintang atau disebut juga
pangeran Kalinyamat atau Pangeran Hadiri, (3) Retna Mirah menikah dengan
Pangeran Riyo, (4) Putri, (5) Pangeran Prawata.
Sepeninggalan Pati Unus, perebutan
tahta dan peperangan terjadi secara berkepanjangan, ini karena Pati Unus
meninggal pada usia masih muda dan belum punya keturunan. Dua orang yang tepat
dalam mendudukinya yaitu Pangeran Sekar yang dari segi usia lebih tua dan
merasa lebih berhak atas tahta namun dilahirkan dari istri ketiga Raden Patah
dan Sultan Trenggana yang lebih muda dan lahir dari istri pertama Raden Patah,
oleh karena itu Sultan Trenggana lebih merasa berhak menduduki tahta. Akhirnya
Pangeran Prawata, putera pangeran Trenggana, membunuh pangeran Sekar agar
ayahnya dapat dinobatkan menjadi raja, hingga kelak Pangeran Prawata bisa
menjadi raja pengganti. Arya penangsang, putera dari pangeran Sekar berusaha
menuntut balas atas kematian ayahnya, sehingga ia berusaha menumpas keturunan
Sultan Trenggana.
Kerajaan
Demak, tampaknya belum memiliki sistem pewarisan tahta yang pasti. Oleh karena itu, Arya penangsang merasa berhak atas tahta Demak. Akhirnya pada tahun 1549, Sunan Prawata dan permaisurinya dapat dibunuh
oleh Arya Penangsang. Terbunuhnya Sunan Prawata semakin memperkuat
keinginan Arya Penangsang untuk menjadi raja dengan cara merebut kekuasaan di Demak. Untuk mencapai tujuannya, ia berusaha untuk menyingkirkan pesaing-pesaingnya yang lain, terutama kerabat terdekatnya. Sasaran pembunuhan
berikut adalah Pangeran Hadiri, menantu Sultan Trenggana. Karena Pangeran Hadiri mempunyai peluang cukup kuat untuk menduduki tahta kerajaan, sehingga dia harus disingkirkan. Peristiwa pembunuhan Pangeran Hadiri terjadi ketika Pangeran Hadiri mengantarkan isterinya, Ratu Kalinyamat untuk minta keadilan kepada Sunan Kudus atas kematian saudaranya Sultan Prawata. Dalam perjalanan pulang dari Kudus, mereka dihadang oleh Arya penangsang yang membawa 40 orang abdi. Arya penangsang dan pengikutnya menyerang dengan serempak dan Prajurit Kalinyamat bercerai- berai . Pangeran Hadiri meninggal karena dibunuh oleh Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat merasa sakit hati dan dendam atas kematian saudara
dan suaminya.
III. Ratu
Kalinyamat Bertapa
Sepeninggalan saudara dan suaminya,
dia bertapa dalam keadaan telanjang dan berjanji tidak akan mengkhiri
pertapaannya sebelum ada orang yang bersedia dan mampu membunuh Arya
Penangsang. Sebagaimana yang dikisahkan oleh babad tanah Jawi yang berbunyi “Mertapa awewuda wonten ing redi Danaraja,
kang minangka tapih remanipun kaore”. Dalam menyusun hasil karyanya, Babad
Tanah Jawi memang seringkali menggunakan bahasa lambang dan kiasan. Kebiasaan
seperti itu ada hubungannya dengan sifat masyarakat Jawa pada masa lalu yang
sangat senang dengan olah rasa.
Namun cita-cita Arya Penangsang tidak tercapai dalam menduduki tahta Demak,
karena pada tahun 1549 dia dibunuh oleh Pangeran Hadiwijaya,penguasa Pajang,
adik ipar Ratu Kalinyamat. Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah
Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang
yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian,
Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang
dihormati Dan Hadiwijaya pun memberikan otonomi penuh pada daerah yang
sebelumnya dijanjikan Ratu Kalinyamat apabila ada yang berhasil membunuh Arya
Penangsang. Karena Sultan Hadiwijaya sibuk berkonsolidasi untuk mendapatkan
pengakuan dari penguasa dari daerah lain.
IV. Kepemimpinan
Ratu Kalinyamat di Jepara
1.1 Bangkitnya
Jepara dan masa keemasan
Akhirnya Ratu
Kalinyamat menjadi pemimpin di Jepara menggantikan suaminya pada tahun 1546.
Sultan Pajang sibuk berkonsolidasi dengan daerah-daerah yang akan ditaklukannya,
maka Jepara membangun pemerintahan kembali dan bangkit dari keterpurukan
ekonomi. Hanya berkisar 3 tahun dibawah kekuasaan Ratu Kalinyamat, Jepara telah
pulih kembali dan kembali menjalin hubungan dengan Ambon untuk memerangi
Portugis maupun suku Hative di Maluku.
Melalui kerjasama dengan Ambon,
Johor, Maluku, Banten dan Cirebon,
Jepara bangkit dengan pengembangan disektor Perdagangan dan Angkatan Laut.
Meski pada hakikatnya Jepara merupakan bagian dari Kesultanan Demak, tapi
secara de facto Jepara memiliki kekuasaan dan kewibawaan paling tinggi. Pada
waktu itu Kesultanan Demak dipimpin oleh Pangeran Pangiri, putra bungsu Sultan
Trenggana. Tapi pengaruh Demak tidaklah sehebat pengaruh Jepara. Hal ini
disebabkan karena Jepara sangat kuat dalam bidang ekonomi dan militer. Tahun 1550 Sultan Johormmeminta bantuan
untuk mengusir kaum kafirin Portugis yang berusaha menguasai Malaka. Tanpa
ragu, Ratu Kalinyamat mengirim armadanya. 200 kapal persekutuan muslim, 40
kapal dari Jepara yang mengangkut 4000 sampai 5.000 prajurit bersenjata. Namun
pasukannya gagal. Walaupun pernah mengalami kegagalan, tetapi Ratu Kalinyamat
masih tetap berkuasa dan tetap berusaha membangun serangan pada portugis di
Malaka. Sekitar tahun 1573 Ratu Kalinyamat mendapat ajakan dari Sultan Aceh,
Ali Riayat Syah untuk menggempur Malaka melawan Portugis, namun lagi-lagi dalam
pertempuran itu pihak Portugis berhasil merebut kapal Jawa yang penuh dengan
bahan makanan, sehingga bala tentara dari Ratu Kalinyamat kekurangan bekal dan
berangsur-angsur kekuatannya melemah.
Pengiriman Ekspedisi tersebut membuktikan
bahwa Ratu Kalinyamat adalah sosok pemimpin wanita yang tangguh, dan berkuasa.
Walau dia gagal dalam misinya namun orang-orang Portugis juga mengakui
kebesarannya, disebutkan dalam bukunya De Couto yang menyebutkan Rainha de Jepara, sembora poderosa e rica,
yang artinya : Ratu Jepara, Seorang wanita yang kaya dan berkuasa. Juga
disebutkan dalam sumber Portugis sebagai Kranige dame yaitu seorang wanita
pemberani.
Kebesaran dan kekuasaan Ratu Kalinyamat
tampak pula pada daerah-daerah yang mampu dipengaruhinya, dalam naskah Banten
disebutkan bahwa kekuasaannya sampai pada daerah Banten.
1.2 Meninggalnya
Ratu Kalinyamat dan masa Kemunduran Jepara
Ratu Kalinyamat
meninggal dunia sekitar tahun 1579. Ia dimakamkan di dekat makam Pangeran
Kalinyamat di desa Mantingan. Sepeninggalannya Jepara dipimpin oleh putra
angkatnya. Namun pemerintahan yang dijalankan oleh putra angkatnya tidak begitu
mempunyai pengaruh, sehingga askar Mataram pada tahun 1599 telah menghancurkan
kota Jepara. Jepara mengalami kehancuran secara politik maupun ekonomi.
Serangan Laskar Mataram juga telah
merusak bentangan sawah yang luas dan disinyalir ketika itu juga Laskar Mataram
juga menghancurkan istana ratu Kalinyamat.
Created By: Siti Hassanah
mampir kene ndek blog.ku
BalasHapusgoresansejarah.blogspot.com