1. Awal Berdiri
Kesultanan Banten merupakan kerajaan yang dibangun oleh Sunan Gunung Jati (terkadang dihubungkan dengan nama Fatahillah atau Faletehan) pada tahun 1527. Awal dari pendirian kerajaan ini adalah ketika Demak melakukan ekspansi dan penyebaran agama Islam. Kesultanan ini diberikan kepada putra Sunan Gunung Jati yang bernama Maulana Hasanuddin. Kesultanan ini merupakan vasal dari Kerajaan Demak sampai pada akhirnya ketika Sultan Trenggana meninggal dan Kesultanan Banten melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri.
2. Puncak Kejayaan
Pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, Kesultanan Banten mengalami kemajuan pesat, sebagai pelabuhan yang banyak dikunjungi pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Cina, dsb. Selain itu, sebagai pusat penyebaran Islam, Banten berusaha mengislamkan seluruh wilayah Pajajaran bahkan sampai ke Lampung, Bengkulu hingga daerah sekitar Tulangbawang.
Setelah Maulana Hasanuddin meninggal pada tahun 1570, pemerintahan jatuh ketangan putranya yang bernama Maulana Yusuf. Selain melanjutkan penyebaran Islam, Maulana Yusuf juga melaksanakan pembangunan kota, perbentengan, dan membangun keraton-keraton lain.
Pada tahun 1585, Maulana Yusuf meninggal dan digantikan oleh anaknya yang bernama Maulana Muhammad yang masih berusia 9 tahun, sehingga diwakili oleh pamannya yang bernama Pangeran Japara atau putra Maulana Hasanuddin. Pada tahun 1596, Maulana Muhammad mencoba menguasai Palembang dalam usaha mempersempit gerakan portugal di Nusantara. Sayangnya pada penyerangan tersebut, Maulana Yusuf meninggal dan dimakamkan sekelompok dengan makam Maulana Hasanuddin.
Selanjutnya, Banten diperintah oleh anak Maulana Muhammad yang bernama Pangeran Ratu dan bergelar Sultan dengan nama Arab Abulmufakhir Mahmud Abdulkadir. Sultan Abdulmufakhir dikenal sebagai seorang sultan yang bijaksana dan banyak memperhatikan kehidupan rakyat. Setalah ia wafat pada tahun 1651, ia diganti oleh cucunya yang bergelar Sultan Abdulfattah atau dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Di sinilah puncak kejayaan Banten berlangsung baik dari segi perekonomian, politik, maupun kebudayaan.
Perkembangan Banten di bawah Sultan Ageng Tirtayasa memang lebih baik dari pemerintan-pemerintahan sebelumnya dan terus berusaha mengusir Belanda di Batavia, hal ini dianggap sebagai ancaman besar bagi Batavia yang pada waktu itu dikuasai orang-orang Eropa seperti Belanda, Inggris dan Denmark. Akibat hal tersebut, kompeni sangat menderita sejak tahun 1680.
3. Perang Saudara
Dalam upaya menundukkan Banten, Kompeni berusaha memperoleh hubungan baik dengan kerabat keraton. Putra mahkota yang kemudian dikenal dengan Sultan Haji atau Sultan Abdul Kahar dapat dihubungi oleh Kompeni untuk dijadikan sekutu melawan Sultan Ageng. Alasan Sultan Haji menghianati ayahnya karena ia khawatir kalau-kalau Sultan Ageng mengangkat saudaranya yaitu Pangeran Purbaya menjadi sultan, sebab Sultan Ageng selalu didampingi oleh Pangeran Purbaya dan Pengeran Kidul serta penasehatnya Syekh Yusuf seolah-oleh tidak menghiraukan Sultan Haji.
Pada tahun 1682, Sultan Ageng mundur ke kawasan Tirtayasa karena Banten sudah jatuh ketangan Sultan Haji dan VOC. Namun, tidak lama kemudian, kawasan Tirtayasa jatuh ketangan Sultan Haji sehingga Sultan Ageng dan keluarganya yang lain mundur ke Sunda. Pada tanggal 14 Maret 1683, Sultan Ageng tertangkap dan ditahan di Batavia. Sampai wafatnya Sultan Ageng pada tahun 1692, ia tetap menjadi tawanan VOC di Batavia.
4. Kemunduran
Karena harus membayar kerugian perang, Sultan Haji terpakasa harus mengadakan perjanjian dengan VOC yang ditetapkan pada tahun 1684. Dalam perjanjian itu VOC mengakhiri kekuasaan sultan yang mutlak atas daerahnya dan mengharuskan sultan melepaskan sekalian tuntutan Banten atas Cirebon. Selain itu, ditentukan pula bahwa Banten tidak boleh melakukan perdagangan di Maluku. Ditentukan pula bahwa Lampung juga harus diserahkan kepada VOC dan Banten dilarang berjualan lada di Lampung.
Dengan diadakannya perjanjian tersebut maka berakhirlah pula kejayaan Banten dan dimulailah statusnya sebagai protektorat VOC. Demikian pula, setelah Sultan Haji meninggal pada tahun 1687, pengangkatan sultan pengganti harus mendapat persetujuan dari Gubernur Hindia-Belanda di Batavia. Hal ini membuat kedudukan Banten sebagai kerajaan semakin merosot. Kemakmuran rakyat semakin surut, karena monopoli VOC yang menurunkan harga lada dan menaikkan harga barang kain-kainnya. Kesultanan Banten resmi dihapuskan pada tahun1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu Sultan Muhammad dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkan dan mengakhiri Kesultanan Banten.
Pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, Kesultanan Banten mengalami kemajuan pesat, sebagai pelabuhan yang banyak dikunjungi pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Cina, dsb. Selain itu, sebagai pusat penyebaran Islam, Banten berusaha mengislamkan seluruh wilayah Pajajaran bahkan sampai ke Lampung, Bengkulu hingga daerah sekitar Tulangbawang.
Setelah Maulana Hasanuddin meninggal pada tahun 1570, pemerintahan jatuh ketangan putranya yang bernama Maulana Yusuf. Selain melanjutkan penyebaran Islam, Maulana Yusuf juga melaksanakan pembangunan kota, perbentengan, dan membangun keraton-keraton lain.
Pada tahun 1585, Maulana Yusuf meninggal dan digantikan oleh anaknya yang bernama Maulana Muhammad yang masih berusia 9 tahun, sehingga diwakili oleh pamannya yang bernama Pangeran Japara atau putra Maulana Hasanuddin. Pada tahun 1596, Maulana Muhammad mencoba menguasai Palembang dalam usaha mempersempit gerakan portugal di Nusantara. Sayangnya pada penyerangan tersebut, Maulana Yusuf meninggal dan dimakamkan sekelompok dengan makam Maulana Hasanuddin.
Selanjutnya, Banten diperintah oleh anak Maulana Muhammad yang bernama Pangeran Ratu dan bergelar Sultan dengan nama Arab Abulmufakhir Mahmud Abdulkadir. Sultan Abdulmufakhir dikenal sebagai seorang sultan yang bijaksana dan banyak memperhatikan kehidupan rakyat. Setalah ia wafat pada tahun 1651, ia diganti oleh cucunya yang bergelar Sultan Abdulfattah atau dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Di sinilah puncak kejayaan Banten berlangsung baik dari segi perekonomian, politik, maupun kebudayaan.
Perkembangan Banten di bawah Sultan Ageng Tirtayasa memang lebih baik dari pemerintan-pemerintahan sebelumnya dan terus berusaha mengusir Belanda di Batavia, hal ini dianggap sebagai ancaman besar bagi Batavia yang pada waktu itu dikuasai orang-orang Eropa seperti Belanda, Inggris dan Denmark. Akibat hal tersebut, kompeni sangat menderita sejak tahun 1680.
3. Perang Saudara
Dalam upaya menundukkan Banten, Kompeni berusaha memperoleh hubungan baik dengan kerabat keraton. Putra mahkota yang kemudian dikenal dengan Sultan Haji atau Sultan Abdul Kahar dapat dihubungi oleh Kompeni untuk dijadikan sekutu melawan Sultan Ageng. Alasan Sultan Haji menghianati ayahnya karena ia khawatir kalau-kalau Sultan Ageng mengangkat saudaranya yaitu Pangeran Purbaya menjadi sultan, sebab Sultan Ageng selalu didampingi oleh Pangeran Purbaya dan Pengeran Kidul serta penasehatnya Syekh Yusuf seolah-oleh tidak menghiraukan Sultan Haji.
Pada tahun 1682, Sultan Ageng mundur ke kawasan Tirtayasa karena Banten sudah jatuh ketangan Sultan Haji dan VOC. Namun, tidak lama kemudian, kawasan Tirtayasa jatuh ketangan Sultan Haji sehingga Sultan Ageng dan keluarganya yang lain mundur ke Sunda. Pada tanggal 14 Maret 1683, Sultan Ageng tertangkap dan ditahan di Batavia. Sampai wafatnya Sultan Ageng pada tahun 1692, ia tetap menjadi tawanan VOC di Batavia.
4. Kemunduran
Karena harus membayar kerugian perang, Sultan Haji terpakasa harus mengadakan perjanjian dengan VOC yang ditetapkan pada tahun 1684. Dalam perjanjian itu VOC mengakhiri kekuasaan sultan yang mutlak atas daerahnya dan mengharuskan sultan melepaskan sekalian tuntutan Banten atas Cirebon. Selain itu, ditentukan pula bahwa Banten tidak boleh melakukan perdagangan di Maluku. Ditentukan pula bahwa Lampung juga harus diserahkan kepada VOC dan Banten dilarang berjualan lada di Lampung.
Dengan diadakannya perjanjian tersebut maka berakhirlah pula kejayaan Banten dan dimulailah statusnya sebagai protektorat VOC. Demikian pula, setelah Sultan Haji meninggal pada tahun 1687, pengangkatan sultan pengganti harus mendapat persetujuan dari Gubernur Hindia-Belanda di Batavia. Hal ini membuat kedudukan Banten sebagai kerajaan semakin merosot. Kemakmuran rakyat semakin surut, karena monopoli VOC yang menurunkan harga lada dan menaikkan harga barang kain-kainnya. Kesultanan Banten resmi dihapuskan pada tahun1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu Sultan Muhammad dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkan dan mengakhiri Kesultanan Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar