Asal – Usul
Nama dynasty isyana diambil dari gelar raja pertama kerajaan Medang yang
ada di Jawa Timur, yaitu Mpu Sindok yang bergelar Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa. Dinasti ini
merupakan penganut agama Hindu aliran Siwa.
Mpu Sindok yang menganut
agama Hindu diduga merupakan keturunan dari Dinasti Sanjaya yang memerintah
kerajaan Medang periode Jawa Tengah. Salah satu pendapat menyebutkan bahwa Mpu
Sindok adalah cucu dari Mpu Daksa yang memerintah tahun 910-an.
Mpu Daksa meupakan pencipta dari Sanjayawarsa (kalender Sanjaya) untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan dari Dinasti Sanjaya, Jadi, dapat dikatakan bahwa Mpu Daksa dan Mpu Sindok merupakan keturunan dari Dinasti Sanjaya.
Mpu Daksa meupakan pencipta dari Sanjayawarsa (kalender Sanjaya) untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan dari Dinasti Sanjaya, Jadi, dapat dikatakan bahwa Mpu Daksa dan Mpu Sindok merupakan keturunan dari Dinasti Sanjaya.
Mpu Sindok memindahkan
kerajaan Medang dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan meletusnya Gunung
berapi. Mpu Sindok tidak hanya memindahkan istana Medang ke timur,
namun ia juga dianggap telah mendirikan dinasti baru bernama Wangsa Isyana.
Daftar Raja
1.
Mpu
Sindok
Mpu Sindok adalah raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Timur yang memerintah sekitar tahun 929 – 947, bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa,
sekaligus sebagai pendiri Dinasti Isyana.
Mpu Sindok meninggal dunia pada tahun
947 dan dicandikan di Isnabajra. Meskipun dirinya penganut agama Hindu aliran
Siwa, tetapi Mpu Sindok tetap menaruh toleransi besar terhadap penganut agama
lain. Menurut prasati Pucangan, setelah meninggalnya Mpu Sindok, penerus
kerajaan Medang di Jawa Timur adalah putrinya yaitu Sri Isyanatunggawijaya yang
mempunyai suami bernama Sri Lokapala.
2.
Sri
Isyanatunggawijaya
Sri Isyanatunggawijaya
merupakan raja kedua kerajaan Medang Jawa Timur yang memerintah pada tahun 947.
Ia memerintah bersama dengan suaminya yaitu Sri Lokapala.
Tidak diketahui dengan jelas kapan
pemerintahan Sri Isyanatunggawijaya dan Sri Lokapala berakhir. Menurut prasati
Pucangan penerus kerajaan adalh putra mereka yang bernama Makutawangsawardhana.
3.
Makutawangsawardhana.
Makutawangsawardhana
merupakan raja kerajaan Medang yang memerintah sebelum tahun 990an.
Tidak diketahui dengan
jelas tentang Makutawangsawardhana pada prasati Puncang. Yang diketahui tentang
namanya bahwa ia merupakan kakek dari Airlangga. Disebutkan bahwa
Makutawangsawardhana ialah anak dari Sri Lokapala dan Sri Isyanatunggawijaya,
dan cucu dari Mpu Sindok.
Teori yang bekembang
bahwa Makutawangsawardhana memerintah sampai pada tahun 991, yang kemudian
digantikan oleh putranya yang bernama Dharamawangsa Teguh, sedangkan putrinya
Mahendradatta menikah dengan raja Bali yang bernama Udayana yang kemudian
melahirkan seorang anak yang bernama Airlangga.
a.
Dharmawangsa
Tenguh
Merupakan raja terakhir kerajaan
Medang yang memerintah pada tahun 991 – 1007 atau 1016
Dharmawangsa Teguh merupakan putra
dari raja Makutawangsawardhana dan juga saudara dari Mahendradatta.
Dharmawangsa adalah mertua dari Airlangga yang merupakan keponakan dari
Mahendradatta. Airlangga diambil menantu oleh Dharmawangsa agar mempererat tali
kekeluaragaan.
Prasasti Sirah Keting juga menyebutkan
nama asli Dharmawangsa yaitu Wijayamreta Wardhana. Prasasti Pucangan
mengisahkan kehancuran Kerajaan Medang yang dikenal dengan sebutan Mahapralaya atau “kematian besar”.
Bahwa pada saat
diadakannya pesta pernikahan antara purti Dharmawangsa dengan Airlangga terjadi
pembakaran istana Dharmawangsa yang ada di Wwatan oleh Haji (raja bawahan)
Wurawiri dari Lwaram dengan bantuan dari lascar Sriwijaya. Dalam serangan itu
Dharmawangsa tewas, sedangkan Airlangga berhasil selamat. Tiga tahun kemudian
Airlangga membangun kerajaan baru di Wwatan Mas dan sekaligus menjadi penerus
dari Dharmawangsa.
b.
Mahendradatta
Mahendradatta atau lebih dikenal Gunapriya Dharmapatni, adalah putri raja Sri
Makutawangsawardhana dari Wangsa Isyana (Kerajaan Medang). Ia menikah dengan Udayana, raja Bali dari wangsa Warmadewa, yang kemudian memiliki beberapa orang
putra, yaitu Airlangga yang kemudian menjadi
raja di Jawa, dan Anak
Wungsu yang kemudian menjadi
raja di Bali.
5.
Airlangga
Airlangga adalah pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah
1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa
Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Pada saat pesta pernikahannya dengan
purti pamannya yaitu Dharmawangsa Teguh terjadi sebuah penyerangan di Wwatan
oleh Wurawari. Dalam penyerangan tersebut paman sekaligus mertuanya tewas.
Sedangkan dirinya berhasil selamat ditemani pembantunya yaitu Mpu Narotama
hidup di hutan dan menjadi seorang pertapa
Setelah tiga tahun bersembunyi di
hutan, Airlangga didatangi oleh seorang utusan untuk membangun kembali kerajaan
Medang. Mengingat ibukota yang hancur akhirnya Airlangga membangun kembali
ibukota baru yang bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.
Pada tahun 1042
Airlangga turun tahta dan menjadi seorang pendeta dengan gelar Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning
Bhuwana.
Putri Airlangga yang
bernama Sanggrawijaya Tunggadewi menolak naik tahta dan lebih memilih menjadi
pertapa yang bernama Dewi Kili Suci. Agar tidak terjadi pertumpahan darah
akibat dari kedua putranya yang merebutkan kekuasaan, akhirnya Airlangga
memerintahkan Mpu Bharada untuk menetapkan perbatasan antara kerajaan timur dan
barat yang di batasi oleh Sungai Brantas. Kerajaan timur disebut Jenggala yang
letaknya di pusat kerajaan lama yaitu Kehuripan, diperintah oleh Mapanji
Garasakan. Dan kerajaan barat dengan nama Kadiri yang berpusat di Daha,
diperintah oleh Sri Samarawijaya.
Tidak dijelaskan kapan Airlangga meninggal,
hanya dijelaskan bahwa Airlangga dimakamkan di pemadian yang berada di lereng
Gunung Penanggungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar