HANGEUL
Hangeul (한글;
dibaca [ˈhɑːŋɡʊl]), adalah alfabet yang
digunakan untuk menulis Bahasa Korea. Hangeul diciptakan oleh Raja
Sejong yang Agung (1397-1450) pada tahun 1443 masa Dinasti
Joseon. Meskipun tulisan Hangeul terlihat seperti tulisan ideografik (tulisan
dalam bentuk 'simbol' seperti aksara
Tionghoa), Hangeul sebenarnya merupakan abjad fonetik atau alfabet,
karena setiap hurufnya merupakan
lambang vokal
dan konsonan yang
berbeda. Alfabet Hangeul terdiri dari 24 huruf (jamo)-14 huruf mati (konsonan)
dan 10 huruf hidup (vokal). Sebenarnya Hangeul
masih mempunyai 3 konsonan dan 1 buah huruf vokal, namun dihilangkan. Selain
untuk menuliskan bahasa Korea, Hangeul juga dipakai untuk bahasa suku Cia-Cia,
di Sulawesi Tenggara, Indonesia.
Hangeul |
Sejarah
Hangeul diciptakan oleh Raja Sejong
yang Agung. Selanjutnya, pada tahun 1446, Hangeul ditampilkan dalam
bentuk terpublikasi beserta pedoman penjelasan rinci. Sejong menamakan alfabet
tersebut Hunminjeongeum ("Suara yang tepat
untuk diajarkan kepada rakyat"). Alfabet ini sekarang dinamakan Hangeul
yang bermakna "alfabet Han" atau "alfabet Agung". Setiap
tanggal 9 Oktober di Korea Selatan diperingati sebagai Hari Hangeul.
Keunggulan
Dari 6000 buah bahasa yang
dituturkan di dunia saat ini, hanya 100 bahasa yang memiliki aksara mereka
sendiri, salah satunya adalah Bahasa Korea yang
menggunakan sistem penulisan Hangeul. Hangeul adalah satu-satunya aksara yang
diciptakan oleh seorang individu berdasarkan teori dan maksud yang telah
direncanakan dengan baik.
Dibanding aksara bangsa lain,
Hangeul tidak didasarkan pada suatu bahasa tulis atau
meniru aksara lain, namun unik khas Korea. Lebih lagi, Hangeul merupakan sistem
penulisan yang bersifat ilmiah, didasarkan pada pengetahuan kebahasaan yang mendalam
dan asas-asas filosofis sehingga membuatnya praktis, mudah dipelajari, dan elok
rupanya.
Kata "Hangeul" ditulis dalam aksara Hangeul |
Asas-Asas Hangeul
Dalam sebagian besar sejarahnya,
rakyat Korea menulis dengan aksara
Tionghoa (Hanja). Karena bahasa tutur kedua bangsa ini berasal dari
keluarga yang berbeda, bahasa Korea tidak bisa secara tepat diungkapkan dalam
aksara Tionghoa. Dalam bahasa
Tionghoa, kalimat ditandai dengan partikel,
sementara dalam bahasa Korea, akhiran digunakan untuk menambah atau
memodifikasi makna. Walau tidak nyaman, kaum bangsawan Korea (Yangban) tetap mendukung
penggunaan hanja secara teguh.
Raja Sejong adalah seorang
pemimpin sekaligus ilmuwan, dan pelopor budaya. Melalui
upaya keras bertahun-tahun, ia meneliti unit dasar Bahasa Korea menggunakan
kemampuannya sendiri tentang kebahasaan dan akhirnya berhasil menuangkannya
dalam bentuk aksara, Hunminjeongeum.
Tulisan di Sejong Sillok,
volume Joseon Wangjo Sillok (Babad Joseon)
tanggal 30 Desember tahun ke-25 masa Sejong bertahta, berbunyi:
“Bulan ini, Raja telah
menciptakan 28 aksara Onmun (aksara tutur) secara pribadi...Walau sederhana dan
ringkas, aksara ini mampu menghasilkan variasi-variasi tak terhingga dan
dinamakan Hunmin Jeongeum.”
Berdasarkan "Penjelasan dan
Contoh-contoh Hunmin Jeongeum" (1446): lambang konsonan dasar terbentuk
secara sistematis berdasarkan organ mulut manusia saat
mengucapkan beberapa jenis suara, sementara konsonan lain dibentuk dengan menambahkan
guratan ke 5 bentuk dasar.
HANJA
Hanja (secara harafiah: aksara Han),
atau Hanmun (한문; 漢文), yang kadang diterjemahkan sebagai aksara Tiongkok-Korea, adalah
sebutan untuk aksara Tionghoa (Hanzi) dalam bahasa Korea,
tetapi secara spesifik merujuk kepada aksara-aksara yang dipinjam bahasa Korea
dan dijadikan bagian dari bahasa tersebut melalui pergantian pengucapan.
Hanja |
Berbeda dengan Kanji dalam bahasa Jepang yang
telah mengubah dan menyederhanakan banyak karakter (aksara), Hanja hampir tidak
mempunyai perbedaan dari Hanzi bentuk
tradisional meskipun ada sedikit daripada aksara standar Hanja
adalah varian Hanzi yang juga ditemukan dalam Kanji standar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar